Budaya Patriarki : Mengingat kisah R.A Kartini
Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai
pemegang kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan baik politik,
otoritas moral, hak sosial dan penguasaan properti (Wikipedia). Memfokuskan
patriarki dalam rumah tangga yaitu memiliki arti tata kekeluargaan yang sangat
mementingkan garis keturunan bapak. Secara etimologi, patriarki berkaitan
dengan sistem sosial di mana ayah menguasai seluruh anggota keluarganya, harta
miliknya, serta sumber-sumber ekonomi. Ia juga yang membuat semua keputusan
penting bagi keluarga. Dalam sistem
budaya (juga keagamaan), patriarki muncul sebagai bentuk kepercayaan ideologi
bahwa laki-laki lebih tinggi kedudukannya dibanding perempuan; bahwa perempuan
harus dikuasai bahkan dianggap sebagai milik laki-laki (Kompasiana. 2014).
Budaya ini sudah ada sejak zaman dahulu, dimana yang kita kenal pejuang
dari budaya patriarki ini adalah R.A Kartini. R.A Kartini dipaksa menikah oleh
orang tua nya dengan Bupati Rembang K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo
Adiningrat, yang sebelumnya telah memiliki 3 istri. Awalnya beliau sempat
menolak untuk menikah dan dipoligami yang mana hal poligami tersebut lazim
dilakukan laki-laki pada masa itu. Namun kemudian tetap menikah pada 12
November 1903. Setelah pernikahan konflik demi konflik muncul, dan Kartini
dipaksa mengerti sakitnya sebuah kehidupan poligami yang juga pernah dirasakan
sang ibu nya. Untungnya Kartini sadar bahwa musuh sebenarnya bukanlah
istri-istri lain suaminya, melainkan sistemlah yang membuat semua itu terjadi.
Kartini bertekad mengubah sistem tersebut agar anak-anak mereka nantinya
tidak perlu mengalami nasib yang sama, sehingga Kartini menyampaikan
keinginanya kepada sang suami untuk memajukan kaum perempuan di negerinya.
Keinginan tersebut dikabulkan oleh sang suaminya. Dan jadilah sekolah kaum
perempuan pertama didirikan di Rembang dan Jepara.
Patriarki dalam pandangan islam juga tidak diperbolehkan. Islam datang
ke bumi salah satunya membawa misi untuk memuliakan manusia (Rahmatanlilalamin)
dengan cara menyetarakan kedudukan laki-laki dan perempuan. Pada saat itu
sejarahnya, islam datang ke tanah Arab merupakan sebuah upaya koreksi budaya
patriarki yang berlaku di tanah Arab tersebut. Dimana kala itu masyarakat Arab
merendahkan dan tidak memandang perempuan sebagai manusia. Bayi-bayi perempuan
digugurkan, kaum perempuan di marginalisasi.
Ajaran islam datang ke bumi dengan maksud menyadarkan bahwa perlunya
bersikap adil, setara, dan saling menghargai sesama manusia tanpa didasarkan
pada perbedaan, termasuk perbedaan jenis kelamin. Prinsip islam seperti
keadilan, kesetaraan, dan berbuat baik merupakan prinsip-prinsip yang
mengangkat harkat dan martabat manusia setara satu sama lainnya. Jadi, budaya
patriarki sama sekali tidak sesuai dengan Islam. Justru budaya patriarkilah
yang dikoreksi oleh islam, karena islam memuliakan laki-laki dan perempuan
(CNN. 2020).
Masalahnya sampai saat ini budaya patriarki tersebut tetap ada, meski
sudah berganti generasi. Betapa menyebalkannya mendengar berita penganiayaan
dalam rumah tangga, perselingkuhan dan hal yang menjatuhkan marabat wanita
lainnya yang dilakukan oleh kaum pria. Kisah seorang teman yang menikah muda,
dijadikan ratu sekejap lalu dibuang ketika dirinya tak sesuai ekspektasi lagi. Hal tersebut membuat saya yang realistis ini menjadi makin skeptis. Banyak
buku-buku dan pengalaman orang sekitar yang akirnya kini menjadi tameng akan hal-hal hubungan.
Terkadang sedih, tapi ini diperlukan.
--------------------------------------------
Sebuah cerita tentang istilah dan penjelasan mengenai seorang pemuda
yang mengatakan kepada kakek bijak bahwa
‘wanita itu seperti sandal jepit, ditemukan dan akan dibuang saat menemukan
sandal jepit yang baru’ dari akun Tiktok TanyaRifandi. Sang kakek bijak yang
diceritakan dalam akun itu menjawab, Pria yang menganggap wanita sebagai sandal
jepit itu karena pria tersebut meletakkan dirinya sendiri seperti kaki. Berbeda
dengan pria yang meletakkan atau memposisikan dirinya sendiri sebagai Raja.
Pria yang menganggap atau memposisikan dirinya sendiri sebagai Raja akan
menganggap wanita nya sebagai mahkota yang akan dirawat, diperhatikan, dijaga,
dilindungi serta disayangi. Ini adalah istilah tentang merawat, memperhatikan
dan memperlakukan wanita, namun sejatinya wanita atau manusia lainnya tidak
bisa disamakan dengan benda.
Puisi Khalil Gibran tentang pernikahan : Berkasih-kasihlah, Namun
jangan membelenggu Cinta, Biarkanlah Cinta itu bergerak senantiasa, Seperti
Aliran sungai yang mengalir Lincah di antar kedua Belahan Jiwa.
Komentar
Posting Komentar