Kita yang Memilih
Hi! Akhirnya aku menulis lagi.
Kali ini aku mau menulis tentang “Kita yang memilih”
--
Kamu percaya bahwa tuhan itu adil? Aku sih percaya. Aku tak mau mempertanyakan sifat-sifat yang dimiliki tuhan. Bentar, bentar.. kamu percaya tuhan itu ada?
Aku sih percaya, dan beriman meski dengan iman yang jauh dari kata sempurna.
--
Aku sering sekali mendengar kalimat tentang tuhan yang tidak adil. Apalagi di sinetron-sinetron dan film-film produksi Indonesia, sang pemeran dikisahkan telah tertimpa suatu musibah dan terusir dari rumah lalu terpapar scene aktor sedang hujan-hujanan menangis dan berkata “ya tuhannnn, mengapa engkau tidak adillll”.-
Aku pernah membaca, kita sebagai manusia akan selalu memiliki masalah. Dikarenakan dalam diri kita ada sebuah hal yang akan terus memikirkan masalah. ‘Kita harus punya masalah’ ‘Kita tidak bisa damai-damai saja’. Sebenarnya hal tersebut akan sangat bermanfaat apabila kita dapat menyadarinya.
Sama dengan halnya kita mengeluh tentang lelah karena terlalu banyak bekerja, apabila kita tidak dapat mengendalikan diri kita.. maka kita akan terus berfikir tentang resign-resign dan resign. Kita tidak sadar, padahal tidur-tiduran saja dirumah selama tiga hari itu juga membuat tubuh ini lelah.
Tapi itulah diri ini. Andai kita sadar dan cukup ilmu tentang kemana semestinya energi untuk mengeluh dan mencari masalah ini dipakai agar menjadi lebih produktif.
Kembali lagi ke soal memilih dan tuhan yang maha adil. Sesuai dengan undang-undang dasar negara kita serta Hak Asasi kita sebagai Manusia yang telah di akui skala hukum internasional, kita memang berhak memilih. Kita berhak untuk memilih agama mana yang ingin kita ikuti, memilih berkembang biak, bahkan memilih untuk tetap hidup. Kita bertanggung jawab atas setiap pilihan kita.
Tuhan maha adil, tidak semua didunia ini diberikan kesenangan. Tidak pula semua didunia ini diberikan penderitaan. Semua sesuai dengan apa yang hamba nya pilih.
Kisah 1 : aku pernah mendengar dari temanku bahwa kebanyakan beberapa filsuf itu tidak menikah. Padahal yang mana kita ketahui bahwa menikah adalah salah satu kebutuhan kita, simpelnya kita membutuhkan pasangan karena kita adalah mahluk sosial dan juga membutuhkan regenerasi atau keturunan. Sewajarnya kita pasti ingin merasakan tua dan bermain dengan cucu-cucu. Tapi seorang filsuf ini memilih fokus pada ilmu pengetahuan, salah satu nya ialah Isac Newton. Seorang filsuf ilmuan penemu gravitasi dan lensa optik. Beliau dikisahkan tidak memiliki keturunan.
Kisah 2 : aku pernah juga mendengar ceramah Dr. Fahrudin Faiz yang menceritakan seorang filsuf kaya raya. Filsuf biasanya dikenal dengan tampilan sederhana, namun filsuf ini sengaja berpenampilan sangat bagus karena tidak ingin dipandang sebagai filsuf. Sehingga banyak masyarakat yang mempertanyakan kefilsufannya. Sewajarnya, kita sebagai manusia pasti tidak ingin apabila sesuatu yang kita kerjakan dijadikan bahan pembicaraan apalagi diremehkan keilmuan kita oleh masyarakat. Namun, beliau memilih jalan tersebut.
Kisah 3 : ada yang menonton film Kera Sakti? Iya.... yang pemerannya ada Sun Gokong, Pat Kai dan lain-lain itu. Mari kita tilik peran Biksu yang digambarkan dalam film tersebut. Film tersebut mengisahkan sebuah perjalanan dari Timur ke Barat untuk sebuah kitab suci. Selama perjalanan seluruh anggota apalagi sang biksu diberikan ujian yang luar biasa. Sang biksu melakukan puasa, menjaga murid-muridnya untuk tetap semangat melakukan perjalanan, digoda oleh perempuan-perempuan cantik.. namun karena tekad sang biksu kuat untuk perjalanan tersebut, akhirnya berujung sesuai dengan tujuan sang biksu.
Banyak kisah-kisah lainnya. Kisah 1 menceritakan untuk sebuah keilmuan, merelakan tidak memiliki keturunan. Kisah 2 menceritakan seorang filsuf yang tidak ingin dipandang filsuf meski dirinya filsuf, hingga membiarkan masyarakat membicarakan dirinya. Kisah 3 menggambarkan, perjuangan yang rela dijalankan demi tujuan suci.
Mereka memilih. Itu pilihan mereka. Meski kita memandang menderita nya tidak punya keturunan, menderitanya dijadikan bahan omongan, dan menderita-menderita lain. Tapi itulah pilihan mereka, kita hanya tidak paham sehingga kita memandang itu adalah penderitaan. Padahal memang itu proses dari pilihan yang diperjuangkan, sehingga mereka tidak melihat hal tersebut sebagai penderitaan. Tapi pengorbanan untuk hal yang mereka inginkan, mereka tidak lemah untuk mewujudkan keinginan-keinginan yang mereka inginkan. mereka mau memilih dan bertanggung jawab atas pilihan mereka.
Seperti nya tulisan ini sudah mulai sangat panjang. Semoga tulisan ini membantu menggambarkan konsep “Kita yang Memilih”
Terima kasih telah membaca,
Komentar
Posting Komentar